Sunday, September 3, 2023

KENDURI TAHLIL ARWAH 3 7 25 40 100 1000 HARI NAS DALIL

 D A L I L  T A H L I L A N 

Kalau ada yang tanya:dalil tahlilan itu ada di mana?jawablah:di kitab orang islam, bukan kitab orang hindu,,

3 hari

7 hari

25 hari 

40 hari

100 hari

1000 Hari

Tak henti-hentinya Wahabi Salafi menyalahkan Amaliyah ASWAJA. Salah satu yang paling sering mereka fitnah adalah Tahlilan yang menurutnya tidak berdasarkan Dalil bahkan dianggap rujukannya dari kitab Agama Hindu. Untuk itu, kali ini saya tunjukkan Dalil-Dalil Tahlilan 3, 7, 25, 40, 100, Setahun & 1000 Hari dari Kitab Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”

Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”

Rujukan : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak bilakah agama Hindu ada Tahlilan ?

Berkumpul kiriman doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:

Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau menghulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun menghulurkan tangannya masing–masing dan makan.

Rujukan: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:

ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ

Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kubur mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.

Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia boleh mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Rujukan : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.

Rujukan : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.

Rujukan : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .

Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

Rujukan : (al-Mughny II/566)

Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞ

rizqi yang halal dan berkah adalah

TAHLILAN.

(SEMOGA BERMANFAAT, AAMIIN)

perkongsian dari FB:Komunitas santri &kyai NU

والله اعلم بالصواب

Monday, August 21, 2023

SERBAN PEMANAH

*IMAMAH / SORBAN*
👳🏼‍♀️👳🏻‍♂️👳🏼‍♀️
Seorang Badui pernah ditanya kenapa kamu selalu memakai imamah atau Sorban (bisa diqiyaskan peci/kopiah), ia menjawab 'Tulang tengkorak ini didalamnya ada indera pendengaran, penglihatan, yang harus dilindungi dari panas dan dingin. Abul Aswad Ad-Du'ali sosok orang yang diminta oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib mengarang ilmu nahwu juga memiliki kebiasaan memakai imamah, dan berkata 'Imamah ini adalah tameng dalam peperangan, pelindung diwaktu panas dan dingin, penambah kewibawaan, dan ia adalah adat orang Arab yang mulia.

Rasulullah ﷺ juga selalu memakai surban imamah, peci qalansuwah, gamis jubah, selendang dan sarung. Sebagian ulama mengatakan menirunya juga termasuk Sunnah.

Surban panahan.
Dalam kitab Al-Qaulut Taam Fii Fadhli Ramyi bis Sihaam penulis membawa satu hadits, dari sahabat Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasulullah ﷺ memakaikan sorban untukku pada hari ‘Ghodir Khumm’, beliau menjulurkan ujungnya di pundakku, Seraya bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وجلَّ أَمدَّني يومَ بَدْرٍ ويومَ حُنَيْنٍ بِمَلائِكَةِ مُعتَمِّينَ هذهِ العمّةَ، وإنّ العِمَامَةَ حَاجِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِيْنَ وَالمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menolongku dengan mengirim pasukan malaikat yang memakai sorban seperti ini, dan sesungguhnya sorban itu membedakan antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin”,
Kemudian beliau memeriksa pasukannya sambil memegang busur arab.

Wallahu ta'ala a'lam.
Ust M Iqbal Azhar Lc

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ بارك الله فيك


Sunday, June 25, 2023

PERSIDANGAN KOMUNITI SYARIAH JABATAN PEGUAM NEGARA 2023

 Ke Arah Memantapkan Penguatkuasaan dan Pendakwaan Jenayah Syariah

Tarikh              :  20 hingga 22 Jun 2023  
Tempat            :  Hotel Lexis, Port Dickson 

1. Penghinaan terhadap Royal, Race, Religion (3R) berlaku secara nyata dan secara maya, termasuk dalam media sosial. Kesalahan semakin berleluasa dikhuatiri sekiranya tidak dibendung, rakyat akan hilang kepercayaan kepada undang-undang dan penguatkuasaan dalam negara.

 

 2. Peruntukan undang-undang di dalam Akta 593 (Prosedur Jenayah), Akta 574 (Penal Code), Akta 588 (AKMM) tidak terdapat dalam Akta 561 (Keterangan Syariah WP) dan Akta 559 (Kesalahan Jenayah Syariah WP) dan lain-lain peruntukan enakmen negeri.

 

3. Selain isu tiada peruntukan untuk penguatkuasaan kesalahan multimedia di Mahkamah Syariah, isu bidangkuasa kewilayahan (wilayatul qadha’) dalam hukum syara’ juga perlu ditangani. Bidangkuasa Hakim Syarie adalah bersifat territorial dan tidak boleh melampaui pentauliahan oleh Ketua Agama negeri masing-masing. 


4. Penambahan seksyen 153(3) Akta 593 (CPC) (dimana penerbitan itu dilihat, didengar dan dibaca oleh mana-mana orang)


(3) When the accused is charged with an offence relating to publication by electronic means, the place of publication is where the publication is seen, heard or read by any person.”


5. Penambahan seksyen 114 Akta 56 (keterangan) (Anggapan)


Section 114A. Presumption of fact in publication. 

(1) A person whose name, photograph or pseudonym appears on any publication depicting himself as the owner, host, administrator, editor or sub-editor, or who in any manner facilitates to publish or re-publish the publication is presumed to have published or re-published the contents of the publication unless the contrary is proved. 


(2) A person who is registered with a network service provider as a subscriber of a network service on which any publication originates from is presumed to be the person who published or re-published the publication unless the contrary is proved.”


(3) Any person who has in his custody or control any computer on which any publication originates from is presumed to have published or re-published the content of the publication unless the contrary is proved. 


(4) For the purpose of this section— (a) “network service” and “network service provider” have the meaning assigned to them in section 6 of the Communications and Multimedia Act 1998 [Act 588];and (a) “publication” means a statement or a representation, whether in written, printed, pictorial, film, graphical, acoustic or other form displayed on the screen of a computer.”


6. Penambahan dari seksyen 116(b) Akta 593

116B Access to computerized data 116B. 

(1) A police officer not below the rank of Inspector conducting a search under this Code shall be given access to computerized data whether stored in a computer or otherwise. (2) Any information obtained under subsection (1) shall be admissible in evidence notwithstanding any other provisions in any written law to the contrary. (3) For the purpose of this section, “access” includes being provided with the necessary password, encryption code, decryption code, software or hardware and any other means required to enable comprehension of the computerized data.

7. Penambahan dari seksyen 90(a),(b) dan (c) Akta 56 “Admissibility of documents produced by computers, and of statements contained therein.

“Admissibility of documents produced by computers, and of statements contained therein. 


90A. (1) In any criminal or civil proceeding a document produced by a computer, or a statement contained in such document, shall be admissible as evidence of any fact stated therein if the document was produced by the computer in the course of its ordinary use, whether or not the person tendering the same is the maker of such document or statement. 


(2) For the purposes of this section it may be proved that a document was produced by a computer in the course of its ordinary use by tendering to the court a certificate signed by a person who either before or after the production of the document by the computer is responsible for the management of the operation of that computer, or for the conduct of the activities for which that computer was used.


(3) (a) It shall be sufficient, in a certificate given under subsection (2), for a matter to be stated to the best of the knowledge and belief of the person stating it. 

     (b) A certificate given under subsection (2) shall be admissible in evidence as prima facie proof of all matters stated in it without proof of signature of the person who gave the certificate.” 


(4) Where a certificate is given under subsection (2), it shall be presumed that the computer referred to in the certificate was in good working order and was operating properly in all respects throughout the material part of the period during which the document was produced.

(5) A document shall be deemed to have been produced by a computer whether it was produced by it directly or by means of any appropriate equipment, and whether or not there was any direct or indirect human intervention. 


(6) A document produced by a computer, or a statement contained in such document, shall be admissible in evidence whether or not it was produced by the computer after the commencement of the criminal or civil proceeding or after the commencement of any investigation or inquiry in relation to the criminal or civil proceeding or such investigation or inquiry, and any document so produced by a computer shall be deemed to be produced by the computer in the course of its ordinary use


(7) Notwithstanding anything contained in this section, a document produced by a computer, or a statement contained in such document, shall not be admissible in evidence in any criminal proceeding, where it is given in evidence by or on behalf of the person who is charged with an offence in such proceeding the person so charged with the offence being a person who was— (a) responsible for the management of the operation of that computer or for the conduct of the activities for which that computer was used; or (b) in any manner or to any extent involved, directly or indirectly, in the production of the document by the computer.”


Weight to be attached to document, or statement contained in document, admitted by virtue of section 90A 


90B.In estimating the weight, if any, to be attached to a document, or a statement contained in a document, admitted by virtue of section 90A, the court— 


(a)may draw any reasonable inference from circumstances relating to the document or the statement, including the manner and purpose of its creation, or its accuracy or otherwise:


(b) shall have regard to— 

(i) the interval of time between the occurrence or existence of the facts stated in the document or statement, and the supply of the relevant information or matter into the computer; and 

(ii) whether or not the person who supplies, or any person concerned with the supply of, such information or the custody of the document, or the document containing the statement, had any incentive to conceal or misrepresent all or any of the facts stated in the document or statement.

Sections 90A and 90B to prevail over other provisions of this Act, the Bankers’ Books (Evidence) Act 1949, and any written law 


90C.The provisions of sections 90A and 90B shall prevail and have full force and effect notwithstanding anything inconsistent therewith, or contrary thereto, contained in any other provision of this Act, or in the Bankers’ Books (Evidence) Act 1949 [Act 33], or in any provision of any written law relating to certification, production or extraction of documents or in any rule of law or practice relating to production, admission, or proof, of evidence in any criminal or civil proceeding.”    



Sunday, May 28, 2023

SEMAKAN PERJANJIAN DALAM ARAHAN PERBENDAHARAAN ARAHAN 204

Arahan 204 Arahan Perbendaharaan
Syarat Kontrak

 Perjanjian antara kerajaan dan vendor samada perkhidmatan atau perbekalan hanya ada satu sahaja. Dan satu-satunya perjanjian itu hendaklah disemak dan diluluskan oleh AGC  untuk perjanjian dengan agensi persekutuan dan Penasihat Undang-Undang untuk agensi negeri.

Perkara tersebut dinyatakan dalam Arahan 204 Syarat Kontrak. 

Tujuan semakan dan kelulusan oleh AGC atau PUU adalah demi menjaga kepentingan kerajaan dalam sesuatu kontrak atau perjanjian yang dimasuki dan mengelakkan kerugian pada pihak kerajaan. Paling penting adalah untuk memastikan pihak kerajaan tidak terperangkap dengan perjanjian yang kabur dan menimbulkan konflik samada dari segi ekonomi atau undang-undang.

Saturday, April 8, 2023

HUKUM MENELAN KAHAK SEMASA BERPUASA BULAN RAMADHAN

 


Merujuk kitab Matlaul Badrain wa Majmaul Bahrain, karangan Syeikh Mohd bin Ismail Daud Fathoni (1914).

"... (Dan yang membatalkan) puasa beberapa perkara (Pertamanya) memasuk sesuatu ke dalam rongga dengan sengaja jikalau sedikit sekalipun maka setengah daripadanya menelan akan dahak kemudian daripada sampai ia kepada had yang zahir yaitu makhraj "ha" yang tiada bertitik.."

Bermakna dahak (kahak) yang muncul sama ada datang dari otaknya atau dadanya, sekiranya melepasi anak tekak paling bawah, sila teliti makhraj huruf "ha" (kerongkong bawah), "kha"(kerongkong atas) pada kerongkong sewaktu menyebut huruf hijaiah secara bertajwid. Kahak dalam keadaan melepasi makhraj "ha" jika ditelan, hukumnya membatalkan puasa. Maka wajib secara sedar untuk ludahkan ia. 

Sekiranya kahak tersebut keluar semasa dalam solat, boleh ludahkan ia ke sapu tangan, Pergerakan yang dibuat adalah pergerakan yang kecil dan tidak membatalkan solat.  

Allahuwaliuttaufeeq.

Terima kasih ya Imam Ahmad, Imam Surau AsSakinah Taman Pulai Indah atas pertanyaan.

Abu Razeen.

Tuesday, March 21, 2023

PEWARTAAN ENAKMEN DAN UNDANG-UNDANG SUBSIDIARI DI NEGERI JOHOR

PROGRAM PEMANTAPAN AHLI SUNNAH WAL JAMAAH
21 Mac 2023
Savanna Hill Resort Ulu Tiram
anjuran Jabatan Mufti, MARSAH
Proses pengkanunan berdasarkan flow chart negeri. Proses ini tidak sama diantara negeri-negeri.
Draf disemak oleh Pejabat Penasihat Undang-Undang Negeri sebelum dibawa ke Mesyuarat MAIJ. Draf disemak supaya tidak berlaku ketidakselarasan antara undang-undang negeri dan Persekutuan. Begitu juga dengan penyeragaman dengan undang-undang persekutuan dan negeri negeri yang lain.
Pejabat penasihat undang-undang juga perlu memastikan rang undang-undang disediakan dalam bahasa kebangsaan dan bahasa Inggeris, supaya mematuhi Akta Bahasa Kebangsaan.
Undang-Undang Kecil juga disebut sebagai subsidiari mengikut nama yang diberikan oleh enakmen ibu yang menghasilkannya. Sekiranya dari Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri ia dinamakan sebagai Peraturan-Peraturan. Tetapi sekiranya berasal dari Enakmen Keluarga Islam, maka ia dinamakan sebagai Kaedah-Kaedah. Mesti tengok kepada peruntukan yang memberi kuasa.
 
Paling penting, sebelum semakan dibuat, perlu ada arahan dari Majlis Agama Islam dalam bentuk minit mesyuarat Majlis kerana Majlis adalah pelaksana dasar Ketua Agama, iaitu Duli Yang Maha Mulia Sultan Johor yang dinyatakan oleh Perlembagaan Persekutuan Per(3)(b) dan  Undang-Undang Tubuh Negeri Johor 1895. 

Bersama Sahabat al Ustaz wa Duktur Othman Sahalan. MARSAH 








 

Sunday, March 19, 2023

KURSUS TATACARA KEWANGAN DAN KONTRAK KERAJAAN

KURSUS TATACARA KEWANGAN DAN KONTRAK KERAJAAN
PADA 16 MAC 2023
8.30 PAGI HINGGA 4.30 PETANG
DEWAN TAN SRI ABDUL KADIR YUSOF ARAS 3
AGC
ALAS Perlis telah sedia faham, ALAS Kedah sangat serious

ALAS Perak yang sangat fokus
Pok Nik dan ALAS Penang sedang sangatlah fokus


Tepek kenangan dan ilmu kat sini

 

Saturday, February 18, 2023

TAKLIMAT PERUNDANGAN DAN PENTADBIRAN AGAMA ISLAM NEGERI JOHOR


Taklimat pada 19 Februari 2023
Dewan Mesyuarat Blok C Bangunan Dato' Jaafar Muhammad
aturcara
salutasi

edaran

1. Berbesar hati dan mengucapkan ribuan terima kasih kepada penganjur kerana sudi menjemput pihak kami untuk berkongsi maklumat dengan Yang Amat Berhormat Dato’, Yang Berhormat Tan Sri, Dato’ Dato’, Tuan Tuan dan Puan Puan sekelian.


 2. Menyentuh tajuk “Perundangan dan Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor”, wajar diketahui bahawa ketua agama bagi sesebuah negeri telah dinyatakan dalam Perlembagaan Persekutuan. Artikel 3(2) kedudukan Raja sebagai Ketua agama Islam di Negerinya mengikut cara dan setakat yang diakui dan ditetapkan oleh Perlembagaan Negeri itu.

3. Perlembagaan atau undang-undang negeri Johor dikenali sebagai Undang-Undang Tubuh Kerajaan 1895. Digubal dan berkuatkuasa pada zaman Sultan Abu Bakar pada tahun 1895, ia merupakan undang undang tubuh yang terawal dan menjadi modul untuk negeri negeri lain.


4. Bahagian ke dua undang-undang, berkenaan pentadbiran kerajaan, fasal 7(2)(d), menyebut fungsi raja untuk melaksanakan kuasa Baginda. Ceraian (d) menyatakan, Apa apa jua kewajipan sebagai ketua agama Islam atau berkenaan adat istiadat orang Melayu. Peruntukan ini menjelaskan kuasa Sultan Johor sebagai Ketua Agama seperti dinyatakan kemudiannya di dalam Perlembagaan Persekutuan. (1957)


MAJLIS AGAMA DAN ENAKMEN PENTADBIRAN

5. Bagi menjelaskan lagi kuasa Baginda, Enakmen Pentadbiran Agama Islam telah digubal dan diperkenan untuk mentafsirkan kuasa tersebut melalui undang-undang. Yang terkini adalah Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Johor) 2003 pindaan 2014. Saya akan sebut sebagai Enakmen Pentadbiran selepas ini.

6. Subseksyen 4(1) Enakmen Pentadbiran menyatakan penubuhan Majlis Agama Islam Negeri Johor dengan tujuan untuk membantu dan menasihati Duli Yang Maha Mulia Sultan dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan agama Islam.


7. Majlis Agama Islam digerakkan melalui Ahli Majlis yang diperkenankan oleh Duli Yang Maha Mulia Sultan. Kini Majlis dipengerusikan oleh Duli Yang Amat Mulia Tunku Ismail Idris bin Sultan Ibrahim. Segala fungsi Majlis dinyatakan dalam Enakmen Pentadbiran.  

8. Antara fungsi Majlis adalah sebagai pemegang amanah tunggal bagi semua masjid dalam Negeri Johor. Semua perkara berkaitan masjid termasuk tanah dan apa-apa berkaitan dengan masjid adalah dalam tanggungjawab Majlis, termasuklah memakmurkan Masjid.

PENGURUSAN MASJID

9. Sehubungan dengan itu, Peraturan-Peraturan Jawatankuasa Pengurusan Kariah Masjid dan Surau (Negeri Johor) 2019 mula berkuatkuasa pada 16 Januari 2020. Tujuan Peraturan ini adalah untuk menjaga kesejahteraan Masjid dan Surau bermula dari pelantikan jawatankuasa.



10. Secara ringkas Peraturan ini menyatakan hierarki pelantikan ajk kariyah bermula dari pengemukaan cadangan, kepada jawatankuasa peringkat mukim, kepada peringkat Daerah, pada peringkat ini Pegawai Daerah adalah Pengerusi jawatankuasa yang akan menapis, menyaring dan menilai calon untuk disyorkan kelulusan di peringkat negeri.

11. Ahli untuk jawatankuasa setiap peringkat ada dinyatakan satu persatu di dalam peraturan, pengesyoran ditapis berdasarkan kredibiti, Peraturan ini digubal untuk memastikan pengurusan Masjid dan Surau dapat ditadbir dengan baik dan teratur. Jemaah dapat beribadat dengan baik dan tidak berpecah belah. Sehubungan itu Yang Berhormat sekelian diharap ambil maklum. 

LARANGAN BERPOLITIK DALAM MASJID

12. Menyentuh titah Tunku berkenaan larangan berpolitik di dalam Masjid, sepatutnya menjadi peringatan buat kita semua. Asas kepada larangan tersebut adalah untuk membina perpaduan di kalangan umat Islam yang telah terbentuk dari Masjid dan bukan berpecah belah.

13. Saya merujuk kepada satu lagi Peraturan yang mengawal keharmonian dan kesepaduan umat Islam. Ia adalah Kaedah Mengajar dan Memberi Syarahan Agama 1991, terkini Majlis sedang dalam proses untuk menggantikan Kaedah dengan Peraturan yang diberi nama Peraturan-Peraturan Tauliah Mengajar dan Syarahan Agama 2023 yang lebih efisien berdasarkan perkembangan terkini umat Islam.

14. Tujuan kerajaan bukanlah untuk mengekang atau menghalang penceramah, tetapi lebih kepada berhati-hati dengan ajaran sesat dan doktrin luar dari tersebar melalui jalan Masjid dan Surau. Kita juga melihat kepada kes-kes yang berjalan samada di Mahkamah Syariah atau Mahkamah Sivil, contohnya kes Rasul Dahri, Syiah, Hizbut Tahrir dan sebagainya.

TITAH KEPADA UNDANG-UNDANG

15. Alhamdulillah, menjunjung Titah Tunku yang prihatin dengan kesepaduan umat Islam, maka teguran berpolitik dalam Masjid oleh Baginda sewajarnya kita ambil pengajaran dan lebih berhati-hati, terutamanya mereka yang mewakili parti politik masing-masing. Persoalan seterusnya bagaimana Titah Tunku menjadi undang-undang?

16. Titah Duli Yang Maha Mulia Sultan dan Duli Yang Amat Mulia Tunku Mahkota adalah merupakan dasar atau polisi bagi kerajaan negeri. Bagi melaksanakan dasar tersebut Majlis atau agensi kerajaan yang lain menterjemahkannya kepada undang-undang. Titah menjadi undang-undang boleh dilaksanakan dalam tiga bentuk mekanisma.

17. Bentuk Pertama, dijadikan sebagai undang-undang, bagi negeri Johor ia dikenali sebagai Enakmen, dari Titah digubal kepada rang undang-undang atau disebut sebagai bills, gubalan awal rang dibuat oleh agensi, disemak oleh Pejabat Penasihat Undang-Undang Negeri dibawa ke Jawatankuasa Peraturan dan Undang-Undang sebelum ke Mesyuarat Majlis dan dibentang dan dibahaskan dalam Dewan Undangan Negeri pada peringkat terakhir diwartakan atas perkenaan Tuanku.

18. Bentuk Kedua, Titah dijadikan undang-undang Peraturan atau Kaedah, undang-undang ini dibuat dibawah peruntukan Enakmen juga dikenali dengan undang-undang subsidiary, proses lebih kurang sama enakmen, tetapi selesai setakat persetujuan Majlis Mesyuarat Negeri dan diwartakan. Tidak perlu dibawa ke Dewan.

19. Bentuk Ketiga sebagai fatwa, Titah yang khusus terhadap umat Islam boleh dikuatkuasakan melalui pewartaan fatwa. Bagaimana proses pengeluaran fatwa boleh dilihat dalam bahagian III Enakmen Pentadbiran, ringkasnya fatwa terbahagi kepada dua, ada fatwa yang tidak diwartakan dan ada juga diwartakan,

20. Fatwa yang diwartakan mempunyai kesan undang-undang yang mana jika dilanggar boleh didakwa bawah seksyen 12 Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah (Negeri Johor) 1997 jika sabit kesalahan boleh didenda tidak melebihi tiga ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya.

21. Dari ketiga-tiga bentuk mekanisma inilah Titah menjadi undang-undang dan dikuatkuasakan, jadi ia perlu melalui salah satu proses yang disebutkan sebentar tadi. Jestru saya mohon Ahli Yang Berhormat sekelian, mengambil cakna perkembangan undang-undang dalam Negeri Johor yang mana ia adalah prinsip Rukun Negara keempat iaitu Kedaulatan Undang-Undang.

Sampai disini sahaja, saya ucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan. 

Abu Razeen

Alhamdulillah lepas dedo










Monday, February 13, 2023

ISU SAMA ADA PERUNTUKAN SEKSYEN 153(3) KANUN PROSEDUR JENAYAH [AKTA 593] SELARAS DENGAN HUKUM SYARAK

PENDAHULUAN

1. Seksyen 153(3) Kanun Prosedur Jenayah Akta 593 diperuntukkan seperti berikut:

 

“Particulars as to time, place and person

153. (1) The charge shall contain such particulars as to the time and place of the alleged offence and the person, if any, against whom or the thing, if any, in respect of which it was committed as are reasonably sufficient to give the accused notice of the matter with which he is charged.

     (2) ...

                 (3) When the accused is charged with an offence relating to publication by electronic means, the place of publication is where the publication is seen, heard or read by any person.”.

 

2.    Seksyen 153(3) apabila tertuduh dituduh dengan suatu kesalahan yang berkaitan dengan penerbitan secara elektronik termasuk media sosial, tempat penerbitan itu dibuat adalah di mana penerbitan itu dilihat atau didengar atau dibaca oleh mana-mana orang. Pelaksanaan ini tidak mengambil kira dimana isi kandungan itu dibuat akan tetapi dimana isi kandungan itu boleh disiar dan dibaca. Membolehkan penguatkuasaan dibuat secara lebih meluas dan berkesan menghadkan jenayah dalam media sosial.

 

3.    Manakala Seksyen 79 dalam Akta Tatacara Jenayah Syariah (Wilayah Persekutuan) 1997 Akta 560 memperuntukan:

 

Seksyen 79. Butir-butir tentang waktu, tempat dan orang.

Pertuduhan itu hendaklah mengandungi apa-apa butir tentang waktu dan tempat kesalahan yang dikatakan itu dan orang, jika ada, yang terhadapnya atau benda, jika ada, yang berkenaan dengannya kesalahan itu telah dilakukan sebagaimana yang semunasabahnya mencukupi supaya tertuduh maklum tentang perkara yang mengenainya dia dipertuduh.

 

Setiap pertuduhan dibawah Akta Kesalahan Jenayah Syariah hendaklah lengkap dengan maklumat dimana kesalahan dilakukan. Kesalahan tersebut hendaklah dipastikan berlaku dalam kawasan berbidangkuasa. Sekiranya perbuatan jenayah tidak dapat dibuktikan berlaku dalam Wilayah Persekutuan, maka ia adalah luar bidangkuasa dan ditolak oleh Jabatan Pendakwaan Syariah.

 

4.    Seksyen 1(2) Akta Kesalahan Jenayah Syariah (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1997 pula menghadkan pelaksanaan bidangkuasa jenayah terhadap kesalahan yang berlaku dalam Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan Sahaja:

 

(2) Akta ini hendaklah terpakai hanya bagi-

(a) Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan sahaja; dan

 

(b) orang Islam sahaja

 

5.    Oleh yang demikian, Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur tidak dapat membicarakan kesalahan yang mana kesalahan itu dapat dilihat atau didengar atau dibaca dalam Wilayah Persekutuan akan tetapi asal penerbitan diluar Kuala Lumpur atau tidak dapat ditentukan lokasi meskipun kesalahan tersebut menghina institusi agama, ibadat dan kesucian Islam.

 

6.    Mahkamah Syariah juga terikat kepada prinsip “wilayatul qadha”, yang membahagikan takat bidangkuasa kehakiman terhadap wilayah tertentu yang diberikan kuasa olehnya sahaja. Dalam Wilayah Persekutuan dan negeri yang tiada bersultan, wilayatul qadha ditentukan oleh YDP Agung, manakala negeri-negeri yang bersultan, kuasa wilayah diberikan oleh Sultan dan di hadkan secara pentadbiran dalam wilayah tertentu[1].

 

7.    Bidangkuasa kewilayahan ini hanya boleh keluar dari bidangkuasa asal melalui peruntukan “perintah bersaling” atau “reciprocal” di dalam Akta/Enakmen/Ordinan wilayah dan negeri masing masing jika ada diperuntukan[2]. Ringkasnya, peruntukan yang berada dalam undang-undang syariah di Malaysia adalah bersifat kewilayahan atau territorial.

 

ISU

 

8.    Oleh kerana bidang kuasa Mahkamah Syariah bersifat territorial disebabkan perbezaan pentadbiran diantara negeri dan wilayah adakah sebarang ruang untuk meluaskan bidangkuasa jenayah syariah seperti yang diperuntukkan dalam Seksyen 153(3) Akta 593?

PERBAHASAN


9.    Dalam kitab Akhbar al Qudho’[3] karangan Muhammad bin Khalaf bin Hayan, ada merekodkan peristiwa lubang singa yang berlaku di Yaman:

 

“Dari Ali RA dia berkata, “Rasul SAW mengutuskanku ke Yaman. Setelah kami sampai pada suatu kaum yang membuat lubang perangkap singa, ketika mereka sedang melihat singa mereka saling berhimpit, maka terjatuh lah salah seorang daripada mereka sambil berpegang kepada yang lain sehingga mereka seramai empat orang jatuh dan singa tersebut mencederakan mereka. Seorang daripada mereka membaling tombaknya ke arah singa itu dan membunuhnya.

 

Empat orang yang berada di dalam lubang tersebut meninggal dunia akibat kecederaan yang dialami. Kemudian kabilah pertama datang kepada kabilah yang lain dan mengeluarkan senjata untuk saling membunuh.

 

Pada ketika itu datanglah Ali RA kepada mereka dan berkata, “Apakah kalian akan berperang sementara Rasul SAW masih hidup? Sesungguhnya aku akan memutuskan perkara di antara kalian jika kalian redha dan itu merupakan sebaik-baik keputusan.

 

Tetapi sekiranya tidak, maka masing-masing harus menahan diri sehingga bertemu dengan Rasul SAW. Beliau sementara itu kemudiannya memutuskan untuk mereka, dan barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka tiada hak baginya;

 

kumpulkanlah ¼ diyat, ⅓ diyat, ½ diyat dan diyat penuh dari kabilah-kabilah orang yang menggali lubang.” Orang yang pertama mendapat bahagiannya sebanyak ¼ diyat kerana beliau menyebabkan kebinasaan orang yang berada di atasnya, orang yang kedua pula mendapatkan bahagiannya sebanyak ⅓ diyat, sementara orang yang ketiga mendapat bahagiannya sebanyak ½ diyat. (orang yang berada paling atas mendapat diyat penuh)

 

Namun mereka menolak dan tidak redha akan keputusan tersebut dan mereka berjumpa dengan Rasul SAW di Mekah di mana baginda ketika itu berada di maqam Nabi Ibrahim AS. Mereka seterusnya menceritakan kepada baginda Rasul SAW ketidakpuasan hati mereka, dan baginda Rasul SAW menjawab, “Aku akan memutuskan perkaranya di antara kamu.”

 

Dalam keadaan baginda Rasul SAW duduk mendekap lututnya, maka salah seorang dari mereka berkata, “Sesungguhnya Ali RA telah memutuskan perkara kami” dan mereka menceritakan kisah mereka dengan panjang lebar. Baginda Rasul SAW mempersetujui keputusan tersebut. [Ahmad]”  


10. Peristiwa ini dijadikan nas untuk penghakiman rayuan dimana Ali telahpun membuat keputusan di Yaman, tetapi keputusan tersebut dirayu hingga didengar kali kedua di hadapan Rasul yang berada di Mekah.  Maka Rasul membuat keputusan membenarkan keputusan yang di buat oleh Ali.

 

11. Aspek lain dalam hadis tersebut, menunjukkan bahawa peristiwa yang berlaku di Yaman, telah diputuskan pula oleh Rasul yang berada di Mekah, sedangkan Yaman dan Mekah berada dalam dua negara yang berbeza. Menunjukkan bahawa penghakiman diluar kawasan boleh dilakukan berdasarkan hadis ini.

 

12. Di dalam al-Ijra’at al-Jinaiah as-Syariah[4], “Prosedur Jenayah Syariah”, ditulis oleh Dr Muhammad Zuhaili Universiti Syariqah [2008]. Antara ciri-ciri Prosedur Jenayah adalah bidangkuasa tempatan bagi jenayah diluar negara.

13. Apabila berlaku jenayah di luar sempadan negara, bidangkuasa asal tidak memasukkan hukuman oleh Mahkamah Jenayah terhadap kes tersebut, tetapi jenayah tersebut terus berlaku sehingga ke dalam negara, atau berkaitan dengan hal ehwal negara, maka disini penggubal undang-undang menyatakan: Apabila berlaku di luar sempadan satu jenayah dari jenayah yang boleh dihukum atas undang-undang negara, maka diangkat dakwaan terhadap penjenayah dihadapan Mahkamah Jenayah di ibu negara.

 


14. Jenayah yang berlaku diluar wilayah negara tersebut adalah dari ketegori jenayah yang terkandung kepada undang-undang negara. Pemakaian penghakiman sebegini dilaksanakan oleh Mahkamah Jenayah di ibu negara yang dikhususkan untuk menghakimi jenayah tersebut. Seperti jenayah memalsukan mata wang yang dibuat di luar negara, atau jenayah yang menyentuh tentang keamanan negara[5].

 


15. Ini adalah amalan bagi negara Timur Tengah seperti Emiriah Arab Bersatu, Yaman dan Mesir diperundangkan dalam Prosedur Jenayah masing masing. Bagi negara tersebut, penggunaan prosedur jenayah tidak dibezakan antara mahkamah syariah dan mahkamah sivil kerana tiada prinsip dualism perundangan. Oleh yang demikian prosedur yang sama digunakan untuk jenayah syariah.

 

16. Kaedah fiqhiah الحاجة تنزل منزلة الضرورة atau “kehendak (الحاجة)  diturunkan pada tahap keperluan (الضرورة). Yang dimaksudkan disini adalah kehendak yang pada asasnya kurang diperlukan, namun bertukar menjadi keperluan kerana tahap kedudukan syariah yang akan dilaksanakan ke atas masyarakat awam.

   

17. Sekiranya terdapat keperluan umum untuk melaksanakan sesuatu perkara yang asalnya bersifat “Hajat” atau kehendak sahaja, maka dibolehkan menjadi keperluan untuk dilaksanakan, tetapi kehendak yang menduduki status keperluan ini hendaklah dilihat kepada kadar keperluan sama ada boleh diluas atau dimudahkan, kerana apabila telah menjadi keperluan maka tidak boleh tidak perkara tersebut hendaklah dilaksanakan.

 

18. Penggunaan kaedah ini boleh digunakan terhadap penghakiman diluar bidangkuasa tempatan jenayah, jika isu kesalahan contohnya seperti menghina Islam, menghina fatwa atau institusi Islam, menghina undang-undang syariah yang sedang berjalan disesuatu negeri, jelas perkara ini sekiranya dibiarkan akan menjadikan Islam dipandang hina kerana tiada tindakan dapat diambil. 

 

19. Oleh yang demikian, penguatkuasaan terhadap perlakuan jenayah diluar bidangkuasa jatuh pada tahap keperluan untuk diambil tindakan. Ini kerana jika tidak dapat diambil tindakan selama-lamanya kerana isu berbeza bidangkuasa tempatan, maka kesalahan yang sama akan sewenangnya berlaku sepanjang masa tanpa tindakan.

 

KESIMPULAN

 

20. Kembali kepada persoalan asal sama ada peruntukan seksyen 153(3) Kanun Prosedur Jenayah [Akta 593] selaras dengan hukum syarak. Maka berdasarkan Hadis riwayat Imam Ahmad, amalan undang-undang negara Emiriah Arab Bersatu, Yaman dan Mesir dan kaedah الحاجة تنزل منزلة الضرورة maka peruntukan 153(3) Kanun Prosedur Jenayah [Akta 593] adalah selaras dengan hukum syarak.

 

21. Sewajarnya pindaan terhadap Akta/Enakmen/Ordinan di dalam Prosedur/Tatacara Jenayah negeri-negeri dan wilayah dipinda dan disesuaikan dengan peruntukan 153(3) Akta 593.

 

22. Pindaan ini wajar dengan perkembangan semasa demi menjaga kemaslahatan umat Islam dan kedudukan Islam sebagai agama persekutuan dalam artikel 3 Perlembagaan Persekutuan.



[1] Adabul Qadhi: al Mawardi

[2] Seksyen 75 Enakmen Tatacara Mal Mahkamah Syariah Selangor

[3] اخبار القضاة Akhbar al Qudho’ Muhammad bin Khalaf bin Hayan

[4] الاجراءات الجناءىية الشرعية al-Ijra’at al-Jinaiah as-Syariah Dr Muhammad Zuhaili Universiti Syariqah [2008]

[5] Seksyen 144 Prosedur Jenayah Emiriah Arab Bersatu, Seksyen 236 Prosedur Jenayah Yaman, Seksyen 219 Prosedur Jenayah Mesir